Tafsir Ringkas Surah al-Mu’minuun 18: 112-118
Meningkatkan Kesedaran Betapa Singkatnya Hidup Di Dunia, Hukuman Bagi Orang-Orang Musyrik, Dan Rahmat Bagi Orang-Orang Mukmin
“Dia (Allah) berfirman, Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui. Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang memiliki) Arasy yang mulia. Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung. Dan katakanlah (Muhammad), ‘Ya Tuhanku, berilah ampunan dan (berilah) rahmat, Engkaulah pemberi rahmat yang terbaik)’”
(al-Mu’minuun 18: 112-118)
Tafsir dan Penjelasan
Allah SWT mengingatkan dan menyedarkan orang-orang kafir tentang apa yang telah mereka sia-siakan dan abaikan dalam umur mereka yang sangat pendek di dunia berupa ketaatan kepada Allah SWT dan beribadah menyembah hanya kepada-Nya semata. Seandainya mereka tabah dan sabar, nescaya mereka akan beruntung seperti orang-orang Mukmin.
Allah SWT atau malaikat yang diperintahkan untuk bertanya kepada mereka berkata, “Berapa tahunkah lamanya waktu kamu tinggal di dunia?”
Pertanyaan ini bukan hanya semata-mata pertanyaan. Tetapi, pertanyaan tersebut memiliki maksud dan tujuan, yaitu mengecam, mencela, dan mencerca mereka. Tujuannya supaya mereka ingat dan sedar bahwa apa yang mereka kira lama dan panjang ternyata sebenarnya sangat singkat sekali dibandingkan dengan apa yang mereka ingkari dan tidak mereka percayai, iaitu hari kebangkitan. Dengan demikian, mereka pun merasa sangat menyesal atas buruknya keyakinan mereka ketika di dunia.
( قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ) Mereka sampai lupa berapa lamakah mereka tinggal di dunia kerana begitu dahsyatnya kengerian dan adzab yang meliputi mereka. Bahkan, sampai-sampai mereka mengira bahawa lamanya mereka tinggal di dunia hanyalah sehari atau setengah hari saja.
Perkataan ini maksudnya adalah lamanya mereka tinggal di dunia sangat singkat dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pedih dan pilunya adzab yang mereka alami.
(فَاسْأَلْ الْعَادِّينَ) Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung atau para malaikat petugas pencatatan amal perbuatan dan umur para hamba.
(قَالَ إِن لَّثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَّوْ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ) Malaikat yang bersangkutan berkata kepada mereka, “Kalian sebenarnya tidak tinggal di dunia melainkan hanya sebentar sekali. Seandainya kalian memiliki sedikit ilmu, tentu kalian pasti akan lebih memilih yang kekal daripada yang fana dan tentu kalian akan melakukan amal-amal yang mendatangkan redha Allah SWT. Seandainya kalian sabar dalam menjalankan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Mukmin, nescaya kalian beruntung seperti mereka.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aifa bin Abdil Kala’i yang sedang menyampaikan khutbah kepada orang-orang, “Rasulullah saw. bersabda yang maksudnya: ‘Sesungguhnya Allah SWT ketika memasukkan ahli syurga ke dalam surga dan ahli neraka ke dalam neraka, maka Dia berseru, ‘Wahai penghuni syurga, berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi? Mereka menjawab, Kami tinggal di bumi hanya sehari atau sebahagian dari sehari saja. Allah SWT berfirman, Sungguh sangat baik perniagaan kalian lakukan pada satu hari atau sebahagian yang dari sehari itu. Rahmat-Ku, keredhaan-Ku dan syurga-Ku, tinggallah kalian di dalamnya dengan kekal dan tetap seperti keadaan kalian ini’ Kemudian Allah SWT berfirman, ‘Wahai penghuni neraka, berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal di bumi hanya sehari atau sebahagian dari sehari saja. Lalu Allah SWT berfirman, ‘Betapa buruknya perniagaan yang kalian lakukan pada satu hari atau sebahagian dari sehari itu. Neraka-Ku dan murka-Ku, tinggallah kalian di dalamnya dengan kekal dan tetap seperti keadaan kalian itu.” (HR Abi Hatim)
Kemudian Allah SWT memperkeras lagi kecamaan dan cercaan terhadap mereka atas kelalaian mereka.
(أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّما خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ) Apakah kalian mengira bahawa kalian diciptakan secara sia-sia dan main-main tanpa ada maksud, tujuan, dan hikmah. Sebenarnya Kami menciptakan kalian untuk beribadah, membersihkan dan mendidik jiwa, serta menegakkan perintah-perintah-Ku. Selain itu, apakah kalian mengira bahawa kalian tidak kembali lagi kepada Kami di alam akhirat untuk menjalani hisab dan menerima balasan?!
“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?”
(al-Qiyaamah 75:36)
(فَتَعَـٰلَى ٱللَّهُ ٱلْمَلِكُ ٱلْحَقُّ ۖ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْكَرِيمِ ) Mahasuci Allah SWT Sang Penguasa absolut, Yang Haq (Yang Pasti dan Tetap Yang tiada pernah hilang). Mahasuci Dia dari mencipta- kan sesuatu dengan percuma, sia-sia, main- main tanpa ada maksud, tujuan, dan hikmah. Allah SWT adalah Sang Penguasa Yang Haq Yang Tersucikan dari hal semacam itu. Dia adalah Tuhan Yang memiliki ‘Arsy yang agung, indah, dan megah yang menjadi sentral dalam mengatur dan menjalankan tatanan alam semesta dengan hikmah, maksud, dan tujuan yang luhur.
Kemudian Allah SWT menyanggahkan dan membantah pandangan orang yang mempersekutukan-Nya dengan anak atau sekutu.
(وَمَن يَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَ لَا بُرْهَـٰنَ لَهُۥ بِهِۦ فَإِنَّمَا حِسَابُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦٓ ۚ) Barangsiapa yang menyembah tuhan lain di samping Allah SWT, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya yang menjadi landasan perbuatannya itu, balasannya pasti dan sangat keras di sisi Allah SWT, Pencipta dirinya.
Ini adalah sebuah kecaman, cercaan sekaligus ancaman keras dengan sesuatu yang tidak mampu dibayangkan dan diterangkan. Barangsiapa yang mendakwa ada tuhan lain, sungguh dia benar-benar telah mendakwa kepalsuan kerana tidak ada suatu dalil pun bagi dirinya yang boleh menjadi landasan kepada dakwaannya itu. Sesuatu yang tidak memiliki suatu landasan dalil, maka tidak boleh ditetapkan.
(إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلْكَـٰفِرُونَ) Sesungguhnya orang-orang kafir sekali-kali tiada pernah beruntung mendapatkan sedikit pun kenikmatan dan kesenangan akhirat. Tempat yang menjadi pengakhiran mereka adalah neraka. Ini menjadi bandingan ayat yang menjadi pembuka Surah al-Mu’minuun. Pada pembukaan surah di atas, Allah SWT menyampaikan berita gembira tentang kebahagiaan dan keberuntungan orang-orang Mukmin. Sedangkan, dalam ayat ini yang menjadi bahagian penutup surah, Allah SWT menerangkan tentang kerugian, kegagalan, dan kesengsaraan orang-orang musyrik.
(وَقُل رَّبِّ ٱغْفِرْ وَٱرْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ ٱلرَّٰحِمِينَ ) Ucapkanlah wahai Nabi, “Ya Rabbi, ampunilah dosa-dosa hamba, tutupilah aib-aib hamba, dan rahmatilah hamba dengan berkenan menerima taubat hamba dan dengan memberikan keselamatan kepada hamba dari neraka. Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat kepada para hamba.”
Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakar ash- Shiddiq r.a., ia berkata, yang maksudnya:
“Ya Rasulullah, ajarilah aku sebuah doa yang aku baca dalam solatku.” Rasulullah saw pun menjawab, “Bacalah, ‘Ya Allah, sesungguhnya hamba telah menzalimi diri hamba dengan kezaliman yang banyak, dan sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa melainkan hanya Engkau, maka ampunilah hamba dengan pengampunan yang sebenar-benarnya dari sisi-Mu, dan rahmatilah hamba, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(HR Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban)
Dua ayat terakhir di atas termasuk ayat-ayat rawatan. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. Yang maksudnya:
“Bahawasanya pada suatu ketika, ia melihat seorang lelaki yang sedang menderita sakit, lalu dia pun membacakan di telinga orang itu ayat, ‘a fahasibtum annamaa khalaqnaakum ‘abatsan’ hingga akhir surah. Lalu ternyata lelaki itu pun sembuh. Lalu hal itu diberitahukan kepada Rasulullah saw, dan beliau pun berkata kepadanya, ‘Bacaan apa yang kamu bacakan di telinga orang itu?’ Ia pun menyebutkan ayat-ayat yang ia bacakan di telinga orang itu. Mendengar hal itu, Rasulullah saw pun bersabda, ‘Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya seseorang yang yakin membaca ayat-ayat itu di atas sebuah bukti, nescaya bukti itu akan hilang.”
(HR Ibnu Abi Hatim)
Dari hadits di atas, jelas bahawa hal terpenting yang menjadi pegangan adalah keimanan si pembaca, keyakinan, kejernihan dan kebersihan dirinya, serta kesediaan, kesanggupan dan kesungguhan pesakit untuk menerima rawatan menggunakan al-Quran.
Sumber: Tafsir Al-Munir, Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, Jilid 9
Leave a comment